Timbulnya Perasaan Cinta dan Peranan Aspek Biologi

Aspek biologi memegang peranan terhadap munculnya perasaan cinta. Para psikologi cinta membedakan perasaan cinta menjadi dua yaitu passionate love (cinta romantik), yang dicirikan oleh emosi keintiman yang kuat dan ketertarikan seksual yang tinggi, dan companionate love (cinta persahabatan), yang dicirikan karena adanya afeksi, rasa percaya, dan perasaan tenteram disaat bersama orang yang dicintai.
Passionate love merupakan situasi saat seseorang mengalami hasrat yang sangat kuat dan tidak bisa dijelaskan logika, “jatuh cinta pada pandangan pertama”, serta merupakan tahap awal dari hubungan cinta. Passionate love dapat menghilang, atau berevolusi menjadi companionate love.
Saat ini, beberapa penelitian yang dilakukan atas bantuan teknologi seperti pencitraan otak (PET), menjelaskan bagaimana perasaan cinta passionate love muncul. Penelitian yang berorientasi biologi ini meyakini bahwa saraf-saraf yang berkaitan dengan passionate love ini sudah berkembang sejak bayi, yang didorong karena ketergantungan bayi pada ibunya. Penjelasan cinta yang bersumber dari aspek biologi ini berusaha menjelaskan mengapa seseorang yang jatuh cinta, perasaan (hati) lebih didahulukan dari pada kepala (otak). Mengapa seseorang sangat terobsesi pada seseorang sehingga mengalami kesulitan tidur serta kehilangan selera makan saat berpisah dengan kekasihnya?
Menurut ilmuwan cinta yang berpandangan bahwa cinta dipengaruhi oleh system biologis tubuh menyatakan bahwa cinta seorang bayi kepada ibunya atau sebaliknya adalah sebuah cinta romantic (maternal romantik), yaitu ketergantungan paling mendalam pada manusia, sesuatu yang dibentuk oleh evolusi untuk menjaga kelangsungan kehidupan spesies. Cinta maternal antara ibu dan anak dipengaruhi system saraf yang membuat kelekatan dan keintiman terasa menyenangkan. Mekanisme system saraf yang berperan pada kelekatan ibu dan bayinya diyakini berperan dalam hubungan cinta romantic pada masa dewasa.
Neurotransmitter dan hormon yang berperan pada perasaan gembira akan diaktifkan pada hubungan maternal ibu dan bayi, dan jaringan saraf dan hormon yang sama juga diantifkan pada hubungan cinta antara individu dewasa atau pada hubungan pertemanan yang melibatkan emosi yang kuat. Hormon oxytocin memiliki peranan penting dalam system attachment-caregiving (kelekatan karena perawatan); hormon ini mempengaruhi pengekspresian perasaan cinta, perasaan peduli, perasaan saling percaya, tidak hanya antara ibu dan anak, tetapi juga antara teman dan pasangan.
Pada sebuah penelitian dengan menggunakan MRI, para partisipan diperlihatkan beberapa foto. Peneliti menemukan bahwa beberapa bagian otak akan menjadi aktif saat seseorang melihat foto pasangannya, sedangkan apabila orang tersebut melihat foto teman-temannya atau melihat gambar lain, maka bagian otak yang aktif adalah bagian yang lain.
Hal ini menjelaskan bahwa cinta memiliki aspek biologi. Cinta lahir karena adanya aktivitas chemistry pada otak. Tetapi, pandangan ini harus di jelaskan lebih jauh lagi, karena jangan sampai menyimpulkan bahwa cinta hanyalah sekedar aktivitas kimia dan saraf tertentu pada otak. Pada kenyataannya hubungan cinta pada manusia melibatkan beragam faktor lainnya, yang mempengaruhi bagaimana cinta tumbuh dan berkembang, dan bagaimana seseorang menjalin hubungan, dan kemampuan kesetiaan terhadap pasangan yang akan melahirkan cinta yang awet terjaga.

Referensi:
Santrock, J. John. 2007. Perkembangan Anak, Edisi Kesebelas, Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Carol Wide. 2007. Psikologi, Edisi Kesemblan, Jilid 2. Jakarta: Erlangga



Related post: