Seperti halnya koteks budaya mempengaruhi tendensi-tendensi agresif, terdapat perbedaan budaya dalam penerapan dan pengharapan cinta. Hal ini menyatakan bahwa pengaplikasian cinta tidak hanya sekedar dipengaruhi oleh fenomena biologis atau fenomena insting, konsep keluarga dan lain-lain, tetapi juga dipengaruhi oleh adat dan budaya yang berlaku.
Dalam budaya Barat, aplikasi cinta misalnya adalah sesuai kehendak pribadi, dan tidak ada sangkut pautnya dengan orang lain, termasuk keluarga sekalipun. Ini berbeda dengan beberapa budaya di Timur, yang sebagian masih ada campur tangan keluarga dalam pencarian jodoh misalnya. Keluarga sangat menentukan tentang siapa yang akan menjadi pasangan hidup anaknya kelak. Apakah, konsep budaya timur ini tidak akan menciptakan sebuah perkawaninan yang penuh cinta? Mungkin, jika ini ditanyakan kepada orang yang menentang perjodohan, akan menjawab, cinta abadi dalam keluarga perjodohan tidak akan tercipta.
Tetapi fakta berkata lain. Kelanggengan sebuah rumah tangga yang berdasar pada perjodohan, relatif bertahan lebih lama, jika dibandingkan dengan keluarga yang terbentuk bukan karena campur tangan keluarga. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya angka perceraian dimasa lalu khususnya di Indonesia, jika dibandingkan dengan beberapa tahun belakangan ini, dimana jarang sekali keluarga terbentuk dengan perjodohan.
Menurut pandangan neo-analis dan humanistic, daripada memilih pasangan hanya berdasarkan perasaan tertarik sesaat secara seksual sekedar untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dewasa, mungkin akan lebih baik menggunakan sebuah jasa perjodohan yang lebih tahu dan berpengalaman untuk memilih calon pasangan yang saling mencintai dan menghargai, penuh kedewasaan, dan cinta akan tumbuh karenanya. Jika ini terjadi, mungkin hasilnya akan menghasilkan perkawinan yang lebih baik dan cinta yang sehat dan utuh.
Perjodohan dalam budaya Barat adalah sebuah pelanggaran dalam hak asasi, dan terlalu mencampuri urusan pribadi (individual). Budaya di Timur yang menganut paham kolektif, ini adalah hal yang baik, karena konsep keluarganya berpaham kolektif. Jika terjadi permasalahan dalam sebuah keluarga, maka yang berusaha menjaga kelestarian perkawinan adalah seluruh keluarga besar. Karena, satu keluarga mengalami aib, maka itu adalah aib bagi seluruh keluarga dalam lingkungan yang kolektif (keluaga besar).
Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/02/konsep-cinta-dalam-perbedaan-budaya.html
Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/02/konsep-cinta-dalam-perbedaan-budaya.html