Defenisi Penyesuaian Diri
Maladaptif (Gangguan Penyesuaian), merupakan gangguan psikologis dan termasuk kelompok gangguan stres yang paling ringan. Gangguan Penyesuaian ditandai dengan adanya tanda-tanda distres emosional yang lebih dari biasa. Reaksi maladaptif ini terlihat dari adanya tanda-tanda distres emosional yang lebih dari biasa dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau akademis, atau adanya kondisi distres emosional yang melebihi batas normal. Diagnosis gangguan penyesuaian bisa ditegakkan bila reaksi terhadap stres tersebut tidak memenuhi kriteria diagnostik sindrom klinis yang lain seperti gangguan kecemasan.
Menggolongkan ”gangguan penyesuaian” sebagai sebuah gangguan mental yang memunculkan beberapa kesulitan, karena tidak mudah mendefinisikan apa yang normal dan tidak normal dalam konsep gangguan penyesuaian. Bila ada krisis dalam pekerjaan, saat dituduh melakukan kejahatan, mengalami kebanjiran, gempa atau badai, bisa dimengerti bila kita mengalami kecemasan atau depresi. Sebaliknya, justru apabila kita tidak bereaksi akan mengalami ”maladaptif”.
Penyesuaian diri (adjustment) merupakan variasi dalam kegiatan individu untuk mengatasi suatu hambatan dan memuaskan kebutuhan-kebutuhan. Pengertian ini menyatakan adanya situasi pemecahan masalah pada diri seseorang merasakan adanya kebutuhan yang tidak dapat dipuaskan dengan cara-cara biasa. Dalam situasi demikian tingkah laku diubah-ubah, sampai ditemukan reaksi yang bisa memberikan kepuasan. Sebaliknya rekasi jawaban sedemikian menjadi cara kebiasaan dalam mereaksi.
Pengertian lain penyesuaian diri (accommodation dan conformity) yaitu menegakkan hubungan yang harmonis dengan lingkungan fisik dan sosial. Istilah adjustment, accommodation dan conformity sering digunakan pada makna yang sama (penyesuaian diri). Namun perbedaannya adjustment secara tidak langsung menyatakan adanya peranan yang lebih aktif pada diri individu. Sedangkan accommodation dan conformity lebih bersifat pasif, dan secara tidak langsung menyatakan suatu “penyerahan, atau rasa mengalah” untuk bisa mencapai keserasian atau keharmonisan. Untuk dapat menyesuaikan diri, seseorang harus lebih dahulu (1) mengenal dan menerima diri, baik secara positif dan negatif, dan bertindak sesuai dengan kemampuan dan kekurangan diri; (2) mengenal orang lain secara objektif; (3) mengenal lingkungan secara positif. Dari ketiga faktor ini seseorang dapat menguasai segala faktor dalam hidupnya, sehingga ia dapat menghindarkan tekanan-tekanan perasaan atau hal-hal yang membawa kepada frustrasi. Gangguan jiwa (neurose) dan penyakit jiwa (psychose) adalah akibat dari tidak mampunya seseorang menghadapi kesukaran-kesukarannya dengan wajar, atau tidak sanggup ia menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapinya.
Model-Model Penyesuaian Diri tidak Normal
Penyesuaian diri yang negatif (maladaptif) adalah penyesuan diri yang menyimpang dari realita, berupa:
1. Yang bersangkutan tidak dapat mengendalikan emosinya. Bila menghadapi problem menjadi panik, sehingga tindakannya tidak sesuai dengan kenyataan.
2. Menggunakan pertahananan diri yang berlebihan, karena berulang kali merupakan kebiasaan yang menyimpang dari kenyataan. Karena yang bersangkutan mengalami kegagalan dalam penyesuaian diri memungkinkan mengalami frustasi, konflik maupun kecemasan atau kegoncangan lain.
Yang termasuk kedalam model penyesuaian tidak normal, diantaranya:
a. Anxiety (Kecemasan)
Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustrasi) dan pertentangan batin (konflik). Kecemasan itu mempunyai segi yang disadari seprti rasa takut, terkejut, tidak berdaya, rasa berdosa/bersalah, terancam dan lainnya. Juga ada segi-segi yang terjadi di luar kesadaran dan tidak bisa menghindari perasaan yang tidak menyenangkan tersebut.
Kecemasan ada beberapa macam yaitu; (1) Cemas yang timbul karena akibat melihat dan mengetahui ada bahaya yang mengancam; (2) Cemas yang berupa penyakit, seperti yang tidak jelas sebabnya dan itu mempengaruhi keseluruhan pribadi, dan juga cemas dalam bentuk takut pada benda atau hal-hal tertentu; (3) Cemas karena perasaan bersalah/dosa karena melakukan hal-hal yang berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani.
b. Frustrasi (Tekanan perasan)
Frustrasi merupakan suatu rintangan atau penggagalan tingkah laku untuk mencapai sasaran. Atau suatu keadaan ketegangan yang tidak menyenangkan, dipenuhi kecemasan, yang semakin meninggi disebabkan oleh perintangan atau penghambatan. Dengan kata lain frustrasi adalah suatu proses yang menyebabkan orang merasa akan adanya hambatan terhadap terpenuhinya kebutuhan-kebutuhannya.
Abe Arkoff memberikan defenisi frustrasi sebagai:
1. Frustration is a process which our behavior ic blocked. Bahwa frustrasi itu suatu proses dimana tingkah laku kita terhalang. Oleh karena kebutuhan, manusia bertindak atau bertingkahlaku untuk mencapai tujuan yaitu melayani kebutuhan yang sesuai dengan dorongan.
2. Frustration is a the state of feeling which accompanied the thwarting. Frustrasi itu suatu keadaan perasaan yang disertai proses rintangan.
c. Konflik (Pertentangan batin)
Konflik jiwa atau pertentangan batin, adalah terdapatnya dua macam dorongan atau lebih, yang berlawanan atau yang bertentangan satu sama lain, dan tidak mudah dipenuhi dalam waktu yang sama.
Beberapa macam konflik; (1) Pertentangan antara dua hal yang sama-sama diingini, tetepi tidak mudah diambil keduanya (approach-approach conflict); (2) Pertentangan antara dua hal yang pertama diingini dan sedangkan yang kedua tidak diingini. Dari satu segi ingin mencapainya dan dari segi lain ingin menghindarinya (approach-avoidance conflict); (3) Pertentangan antara dua hal yang tidak diingini (avoidance-avoidance conflict).