Menurut Kartono (2000), penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya. Sehingga permusuhan, kemarahan, depresi, dan emosi negatif lain sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis. Hariyadi, dkk (2003) menyatakan penyesuaian diri adalah kemampuan mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan atau dapat pula mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan atau keinginan diri sendiri.
Ali dan Asrori (2005) juga menyatakan bahwa penyesuaian diri dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik, serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada.
Sebelumnya Scheneiders (dalam Yusuf, 2004), juga menjelaskan penyesuaian diri sebagai suatu proses yang melibatkan respon-respon mental dan perbuatan individu dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan, dan mengatasi ketegangan, frustasi dan konflik secara sukses serta menghasilkan hubungan yang harmonis antara kebutuhan dirinya dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana dia hidup.
Hurlock (dalam Gunarsa, 2003) memberikan perumusan tentang penyesuaian diri secara lebih umum, yaitu bilamana seseorang mampu menyesuaikan diri terhadap orang lain secara umum ataupun terhadap kelompoknya, dan ia memperlihatkan sikap serta tingkah laku yang menyenangkan berarti ia diterima oleh kelompok atau lingkungannya. Dengan perkataan lain, orang itu mampu menyesuaikan sendiri dengan baik terhadap lingkungannya.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah proses mengubah diri sesuai dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana dia hidup agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi dan konflik sehingga tercapainya keharmonisan pada diri sendiri serta lingkungannya dan akhirnya dapat diterima oleh kelompok dan lingkungannya.
Seseorang dapat dikatakan memiliki penyesuaian diri yang normal, yang baik, apabila dia mampu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalahnya secara wajar, tidak merugikan diri sendiri dan lingkungannya, serta sesuai dengan norma agama. Penyesuaian yang normal ini memiliki karakteristik sebagai berikut (Schneiders, 1964: 2740276)
1. Absence of excessive emotionality (terhindar dari ekspresi emosi yang berlebihan, merugikan, tidak mampu mengontrol diri)
2. Absence of psychological mechanisme (terhindar dari mekanisme-mekanisme psikologis, seperti rasionalisasi, agresi, kompensasi, dsb)
3. Absence of the sense of personal frustration (terhindar dari perasaan frustasi atau kecewa karena tidak terpenuhinya kebutuhannya)
4. Rational deliberation and self-direction (memiliki pertimbangan rasional, yaitu mampu memecahkan masalah berdasarkan pertimbangan yang matang dan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang diambil)
5. Ability to learn (mampu belajar, mampu mengembangkan dirinya dalam upaya memenuhi kebutuhan atau mengatasi masalah)
6. Utilization of past experience (mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu, bercermin ke masa lalu baik yang terkait dengan keberhasilan maupun kegagalan untuk mengembangkan kualitas hidup yang lebih baik)
7. Realistic, objective attitude (mampu menerima kenyataan yang dihadapi secara wajar, mampu menghindari, merespon situasi atau masalah secara rasional, tidak didasari oleh prasangka buruk)
Menurut Schneiders setidaknya ada lima faktor yang dapat mepengaruhi proses penyesuaian diri (khusus remaja) adalah sebagai berikut:
a. Kondisi fisik
Seringkali kondisi fisik berpengaruh kuat terhadap proses penyesuaian diri remaja. Aspek-aspek yang berkaitan dengan kondisi fisik yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri remaja adalah sebagai berikut:
1) Hereditas dan kondisi fisik, Dalam mengidentifikasi pengaruh hereditas terhadap penyesuaian diri, lebih digunakan pendekatan fisik karena hereditas dipandang lebih dekat dan tak terpisahkan dari mekanisme fisik. Dari sini berkembang prinsip umum bahwa semakin dekat kapasitas pribadi, sifat atau kecenderungan berkaiatan dengan konstitusi fisik maka akan semakin besar pengaruhnya terhadap penyesuaian diri.
bahkan dalam hal tertentu, kecenderungan kearah malasuai (maladjusment) diturunkan secara genetis khusus nya melalui media temperamen. Temperamen merupakan komponen utama karena dari temparamen itu muncul karakteristik yang paling dasar dari
kepribadian, khususnya dalam memandang hubungan emosi dengan penyesuaian diri.
2) Sistem utama tubuh, Termasuk ke dalam sistem utama tubuh yang memiliki pengaruh terhadap penyesuaian diri adalah sistem syaraf, kelenjar dan otot. Sistem syaraf yang berkembang dengan normal dan sehat merupakan syarat mutlak bagi fungsi-fungsi psikologis agar dapat berfungsi secara maksimal yang akhirnya berpengaruh secara baik pula kepada penyesuaian diri. Dengan kata lain, fungsi yang memadai dari sistem syaraf merupakan kondisi umum yang diperlukan bagi penyesuaian diri yang baik. Sebaliknya penyimpangan didalam system syaraf akan berpengaruh terhadap kondisi mental yang penyesuaian dirinya kurang baik.
3) Kesehatan fisik, Penyesuaian diri seseorang akan lebih mudah dilakukan dan dipelihara dalam kondisi fisik yang sehat daripada yang tidak sehat. Kondisi fisik yang sehat dapat menimbulkan penerimaan diri, kepercayaan diri, harga diri dan sejenisnya yang akan menjadi kondisi yang sangat menguntungkan bagi proses penyesuian diri. Sebaliknya kondisi fisik yang tidak sehat dapat mengakibatkan perasaan rendah diri, kurang percaya diri, atau bahkan menyalahkan diri sehingga akan berpengaruh kurang baik bagi proses penyesuaian diri.
b. Kepribadian
Unsur –unsur kepribadian yang penting pengaruhinya terhadap penyesuaian diri adalah sebagai berikut:
1) Kemauan dan kemampuan untuk berubah (modifiability), Kemauan dan kemampuan untuk berubah merupakan karakteristik kepribadian yang pengaruhnya sangat menonjol
terhadap proses pentyesuaian diri. Sebagai suatu proses yang dinamis dan berkelanjutan, penyesuaian diri membutuhkan kecenderungan untuk berubah dalam bentuk kemauan, prilaku, sikap, dan karakteristik sejenis lainnya. Oleh sebab itu semakin kaku dan tidak ada kemauan serta kemampuan untuk merespon lingkungan, semakin besar kemungkinanya untuk mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri.
2) Pengaturan diri (self regulation), Pengaturan diri sama pentingnya dengan penyesuaian diri dan pemeliharaan stabilitas mental, kemampuan untuk mengatur diri, dan mengarahkan diri. Kemapuan mengatur diri dapat mencegah individu dari keadaan malasuai dan penyimpangan kepribadian. Kemampuan pengatauran diri dapat ,mengarahkan kepribadian normal mencapai pengendalian diri dan realisasi diri.
3) Relisasi diri (self relization), Telah dikatakan bahwa pengaturan kemampuan diri mengimplikasiakan potensi dan kemampuan kearah realisasi diri. Proses penyesuaian diri dan pencapaian hasilnya secara bertahap sangat erat kaitanya dengan perkembangan kepribadian. Jika perkembangan kepribadain berjalan normal sepanjang masa kanak-kanak dan remaja, di dalamnya tersirat portensi laten dalam bentuk sikap, tanggung jawab, penghayatan nilai- nilai, penghargaan diri dan lingkungan, serta karakteristik lainnya menuju pembentukan kepribadian dewasa. Semua itu unsur-unsur penting yang mendasari relaitas diri.
4) Intelegensi, Kemampuan pengaturan diri sesungguhnya muncul tergantung pada kualitas dasar lainnya yang penting peranannya dalam pemyesuaian diri, yaitu kualitas intelegensi. Tidak sedikit, baik buruknya penyesuaian diri seseorang ditentukan oleh kapasitas intelektualnya atau intelegensinnya. Intelegensi sangat penting bagi perolehan gagasan, prinsip, dan tujuan yang memainkan peranan penting dalam proses penyesuain diri. Misalnya kualitas pemikiran seseorang dapat memungkinkan orang tersebut melakukan pemilihan dan mengambil keputusan penyesuain diri secara intelegensi dan akurat.
c. Proses belajar (Education)
Termasuk unsur-unsur penting dalam education atau pendidikan yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri individu antara lain:
1. Belajar, Kemauan belajar merupakan unsur tepenting dalam penyesuaian diri individu karena pada umumnya respon-respon dan sifat-sifat kepribadian yang diperlukan bagi penyesuaian diri diperoleh dan menyerap kedalam diri individu melalui proses belajar. Oleh karena itu kemauan untuk belajar dan sangat penting karena proses belajar akan terjadi dan berlangsung dengan baik dan berkelanjutan manakalah individu yang bersangkutan memiliki kemauan yang kuat untuk belajar. Bersama-sama dengan kematangan, belajar akan muncul dalam bentuk kapasitas dari dalam atau disposisi terhadap respon. Oleh sebab itu, perbedaan pola-pola penyesuaian diri sejak dari yang normal sampai dengan yang malasuai, sebagain besar merupakan hasil perbuatan yang
dipengaruhi oleh belajar dan kematangan.
2. Pengalaman, Ada dua jenis pengalaman yang memiliki nilai signifikan terhadap pross penyesuaian diri, yaitu (1) pengalaman yang menyehatkan (salutary experiences) dan (2) pengalaman traumatic (traumatic experinces). Pengalaman yang menyatakan adalah peristiwa-peristiwa yang dialami oleh individu dan dirasakan sebagai suatu yang mengenakkan, mengasyikakan, dan bahkan di rasa ingin mengulangnya kembali. Pengalaman seperti ini akan dijadikan dasar untuk ditansfer oleh individu ketika harus
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Adapun pengalaman trauma adalah peristiwa-peristiwa yang dialami oleh individu dan dirasakan sebagai sesuatu yang sangat tidak mengenakkan, menyedihkan, atau bahkan sangat menyakitkan sehingga individu tersebut sangat tidak ingin peristiwa itu terulang lagi.
3. Latihan, Latihan merupakan proses belajar yang diorientasikan kepada perolehan keterampilan atau kebiasaan. Penyesuain diri sebagai suatu proses yang kompleks yang mencakup didalamnya proses psikologis dan sosiologis maka memerlukan latihan yang sungguh-sungguh agar mencapai hasil penyesuaian diri yang baik. Tidak jarang seseorang yang sebelumnya memiliki kemampuan penyesuaian diri yang kurang baik dan kaku, tetapi melakukan latihan secara sungguh-sungguh, akhirnya lambat laun menjadi
bagus dalam setiap penyesuaian diri dengan lingkungan baru.
4. Deteminasi diri, Berkaitan erat dengan penyesuaian diri adalah sesungguhnya individu itu sendiri untuk melakukan proses penyesuaian diri.
Sumber :
Ali, M. & Asrori, M. (2005). Psikologi remaja perkembangan peserta didik. Jakarta : PT Bumi Aksar
Kartono, Kartini. (2000). Hygiene mental. Bandung: Mandar Maju.
Fatimah, N. (2006). Psikologi perkembangan. Bandung : Pusaka Setia.
Hariyadi, Sugeng dkk. (1998). Perkembangan peserta didik. Cetakan ke 3. Semarang: IKIP Semarang Press.
Sunarto & Hartono, B. Agung. (1995). Perkembangan peserta didik. Jakarta: Rineka Cipta Wahjosumidjo.
Yusuf,S. (2004). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset