Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyamakan
dirinya terhadap Aisyah sebagaimana Abu Zar’ agar Aisyah sebagaimana Abu Zar’
terhadap istrinya Ummu Zar’ agar Aisyah tahu sayangnya Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada dirinya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
berkata kepada Aisyah, “Wahai Aisyah diriku bagimu sebagaimana Abu Zar’ bagi
Ummu Zar’ “. Berkata Imam An-Nawawi, “Para ulama berkata bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata demikian untuk menyenangkan hati Aisyah
dan menjelaskan bahwa ia telah bersikap baik dalam kehidupan rumah tangga
bersama Aisyah.”[1]
Bagaimanakah kisah Abu Zar’ dan Ummu Zar’?, marilah
kita simak tuturan Ummul mukminin Aisyah[2] beserta penjelasan kisah mereka
yang dirangkum dari kitab Fathul Bari[3], serta Faidah yang di ambil dari
beberapa sumber[4].
((Sebelas orang wanita berkumpul lalu mereka berjanji
dan bersepakat untuk tidak menyembunyikan sedikitpun kabar tentang suami
mereka. Maka wanita pertama berkata, “ Sesungguhnya suamiku adalah daging unta
yang kurus[5] yang berada di atas puncak gunung yang tanahnya berlumpur[6] yang
tidak mudah untuk di daki dan dagingnya juga tidak gemuk untuk diambili.”))
Maksudnya adalah sang wanita memisalkan keburukan
akhlak suaminya seperti gunung terjal, yang sulit untuk di daki, demikian juga
sifat sombong suaminya yang merasa di atas. Dan menyamakan suaminya yang pelit
dengan daging unta yang kurus. Daging unta tidak sama dengan daging kambing
karena daging unta rasanya kurang enak, oleh karena itu banyak orang yang tidak
begitu senang dengan daging unta. Orang-orang lebih mendahulukan daging kambing
kemudian daging sapi baru kemudian daging unta. Ditambah lagi dagingnya dari
unta yang kurus. Lebih parah lagi daging tersebut memiliki bau yang kurang
enak. Yaitu meskipun sang istri butuh terhadap apa yang dimiliki suaminya namun
ia tahu bahwa suaminya pelit, kalau ia meminta dari suaminya maka akan sangat
sulit sekali untuk diberi, kalaupun diberi hanyalah sedikit karena pelitnya
suaminya, ditambah lagi akhlak suaminya yang sombong lagi merasa tinggi.
Peringatan
Terkadang akhlak yang jelek yang timbul dari seorang
istri adalah akibat jeleknya akhlak sang suami. Terkadang sang suamilah yang
secara tidak langsung mengajar sang istri untuk pandai berbohong. Bagaimana
bisa…??? Jika sang suami adalah suami yang pelit, tidak memberikan nafkah yang
cukup kepada istrinya maka istrinya akan berusaha mencuri uang suaminya yang
pelit tersebut, dan jika ditanya oleh suaminya maka ia akan berbohong. Lama
kelamaan pun karena terbiasa akhirnya ia menjadi tukang bohong. Padahal jika
seorang suami menampakkan pada istrinya bahwasanya ia tidak pelit, dan
memberikan kepada istrinya suatu yang bernilai meskipun hanya sedikit, maka hal
ini menjadikan sang istri percaya kepadanya dan mendukung sang istri untuk
menjadi wanita yang shalihah.
Bukankah sekecil apapun harta yang ia keluarkan untuk
memberi nafkah kepada istrinya maka ia akan mendapatkan pahala, bahkan sesuap
nasi yang ia berikan kepada istrinya!!??
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Sesungguhnya bagaimanapun nafkah yang kau berikan
kepada istrimu maka ia merupakan sedekah, bahkan sesuap makanan yang engkau
suapkan ke mulut istrimu.[7]
Dalam riwayat Muslim[8],
“Dan tidaklah engkau memberi nafkah dengan
mengharapkan wajah Allah kecuali engkau mendapatkan pahala, bahkan sampai
sesuap makanan yang engkau letakkan di mulut istrimu.”
Berkata An-Nawawi, “ Seorang suami meletakkan sesuap
makanan di mulut istrinya, biasanya hal ini terjadi tatkala sang suami sedang
mencumbui, bercanda, dan berlezat-lezat dengan perkara yang diperbolehkan
(dengan istrinya). Kondisi seperti ini sangat jauh dari bentuk ketaatan (bentuk
ibadah) dan perkara-perkara akhirat. Meskipun demikian Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam mengabarkan jika sang suami menghendaki wajah Allah dengan
suapan yang ia berikan kepada istrinya maka ia akan mendapatkan pahala.”[9]
Berkata Ibnu Hajar, “ Perkara yang mubah jika
diniatkan karena Allah maka jadilah ia merupakan ketaatan. Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam telah mengingatkan perkara dunia yang sangat ringan dan biasa
yaitu menyuap istri dengan sesuap makanan, yang hal ini biasanya terjadi
tatkala sang suami sedang mencumbu dan mencandai sang istri, namun meskipun
demikian ia mendapatkan pahala jika berniat yang baik. Maka bagaimana lagi jika
pada perkara-perkara yang lebih dari itu…!!!”[10]
Apalagi Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengabarkan bahwa memberi nafkah kepada istri merupakan amalan yang sangat
besar pahalanya di sisi Allah.
Sekeping dinar yang engkau infakkan pada jihad fi
sabilillah, sekeping dinar yang engkau infakkan untuk membebaskan budak,
sekeping dinar yang engkau sedekahkan kepada seorang miskin, dan sekeping dinar
yang engkau infakkan kepada istrimu, maka yang paling besar pahalanya adalah
sekeping dinar yang engkau infakkan kepada istrimu,[11]
((Wanita yang kedua berkata “ Suamiku…aku tidak akan
menceritakan tentang kabarnya, karena jika aku kabarkan tentangnya aku khawatir
aku (tidak mampu) meninggalkannya. Jika aku menyebutkan tentangnya maka aku
akan menyebutkan urat-uratnya yang muncul di tubuhnya dan juga perutnya.”[12]))
Maksudnya yaitu jika ia menceritakan tentang kabar
suaminya maka ia akan menyebutkan aibnya yang banyak sekali baik aib yang
nampak maupun yang tersembunyi. Aib yang nampak ia ibaratkan dengan
urat-uratnya yang muncul dan nampak di tubuhnya, adapun aib yang tersembunyi
diibaratkan seperti urat yang timbul di perutnya yang tidak dilihat oleh orang
karena tertutup pakaian. Dan jika suaminya tahu bahwa ia membeberkan aib-aib
suaminya maka ia akan di cerai oleh suaminya padahal ia tidak siap untuk
ditinggal suaminya. Intinya yaitu ia mengeluhkan suaminya yang banyak aibya dan
kaku serta tidak murah hati.
Faidah :
Hendaknya istri semangat untuk tetap bisa bersama
suami meskipun pada suami terdapat beberapa aib.
((Wanita yang ketiga berkata, “ Suamiku tinggi,
jika aku berucap maka aku akan dicerai, dan jika aku diam maka aku akan
digantung.”))
Ada dua penafsiran dari perkataan wanita yang ketiga
ini,
Pertama :
Maksud dari suaminya yang tinggi yaitu suaminya keras
dan tegas, dialah yang mengatur dirinya dan tidak mau diatur orang lain,
sehingga suaminyalah yang mengaturnya dan dia (sang istri) tidak bisa
mengaturnya, oleh karena itu ia takut pada suaminya.
Jika ia menyebutkan aib-aib suaminya lalu hal ini
sampai kepadanya maka ia akan dicerai. Namun jika ia berdiam diri maka ia
tergantung terkatung-katung, seperti tidak punya suami dan sekaligus bukan
wanita yang tidak bersuami. Seakan-akan ia berkata, “Aku disisi suamiku seperti
tidak bersuami karena aku tidak bisa mengambil manfaat dari suamiku, dan tidak
juga aku dicerai agar aku bisa lepas darinya dan mencari suami yang lain.”
Kedua :
Yaitu ia menjelaskan akan buruknya suaminya yang tidak
sabaran jika mendengar keluhan-keluhannya. Ia mengetahui jika ia mengeluh
kepada suaminya maka sang suami langsung mencerikannya dan ia tidak ingin
dicerai karena cintanya yang dalam kepada suaminya. Namun jika ia berdiam diri
maka ia akan tersiksa karena seperti wanita yang tidak bersuami padahal ia
bersuami.
Faidah :
Suami yang shaleh adalah suami yang dekat kepada
istrinya, yang bisa menjadi tempat mencurahkan hati istrinya, dan bukan yang
ditakuti istrinya.
((Wanita yang keempat berkata, “ Suamiku seperti malam
di Tihamah, tidak panas dan tidak dingin, tidak ada ketakutan dan tidak ada
rasa bosan.”))
Tihamah adalah daerah yang dikelilingi gunung-gunung
dan daerah yang mayoritas musimnya terasa panas dan tidak ada angin segar yang
bertiup. Namun pada malam hari panas tersebut tidak begitu terasa maka
penduduknya akan merasa nyaman dan nikmat jika dibanding keadaan mereka di
siang hari.
Maksud dari sang wanita adalah menceritakan tentang
kondisi suaminya yang seimbang, tidak ada gangguan dari suaminya dan tidak ada
sesuatu yang di bencinya sehingga tidak membosankan untuk terus bersamanya.
Sehingga ia merasa aman karena tidak takut gangguan suaminya sehingga
kehidupannya nyaman sebagaimana kehidupan penduduk Tihamah tatkala di malam
hari.
((Wanita yang kelima berkata, “Suamiku jika masuk
rumah seperti macan dan jika keluar maka seperti singa dan tidak bertanya apa
yang telah diperbuatnya (yang didapatinya).”))
Dan macan kuat namun suka tidur.
Ada dua kemungkinan makna yang terkandung dari
perkataan wanita yang kelima ini.
Pertama adalah pujian (dan ini adalah pendapat
mayoritas pensyarah hadits ini)
Yaitu suaminya jika masuk ke dalam rumah menemuinya
maka seperti macan yang kuat yang menerkam dengan kuat. Maksudnya yaitu sang
suami sering menjimaknya yang menunjukkan bahwa ia sangat dicintai suaminya
sehingga jika suaminya melihatnya maka tidak sabar dan ingin langsung
menerkamnya untuk menjimaknya. Dan jika keluar rumah maka seperti singa yang
pemberani.
Ia tidak pernah bertanya tentang apa yang telah
dikeluarkannya yang menunjukkan ia adalah suami yang baik yang sering
bersedekah dan tidak peduli dengan sedekah yang ia keluarkan. Atau jika ia
masuk ke dalam rumah maka ia tidak peduli dengan aib-aib yanag terdapat dalam
rumah.
Faidah :
Termasuk sifat suami yang baik adalah tidak ikut
campur dengan istrinya dalam mengatur urusan rumah, oleh karena itu jika ia
melihat perubahan-perubahan atau keganjilan-keganjilan dalam rumahnya hendaknya
ia pura-pura tidak tahu, ia membiarkan istrinya lah yang menangani hal itu.
Atau jika ia memang harus bertanya kepada istrinya tentang keganjilan yang
timbul maka hendaknya ia bertanya dengan lembut. Disebutkan bahwa diantara
sifat macan adalah banyak tidur sehingga sering lalai dari mangsa yang
terkadang berada di hadapannya. Ini merupakan isyarat bahwa sang suami adalah
orang yang kuat namun sering tidak ikut campur dalam urusan sang istri dalam
mengatur runah. Inilah makna dari perkataan sang wanita, “tidak bertanya apa
yang didapatinya.”[13]
Disebutkan juga bahwa seorang Arab ditanya, “ Siapakah
yang disebut dengan orang yang pandai? “, maka ia menjawab “ Orang yang
mengerti namun berpura-pura tidak tahu.”
Betapa banyak permasalahan rumah tangga yang timbul
karena sang suami terlalu detail dalam menghadapi istrinya, segala yang terjadi
di rumahnya bahkan sampai perkara-perkara yang sepele dan ringan ia tanyakan,
ia cek pada istrinya. Akhirnya timbullah permasalahan dan cekcok antara dia dan
istrinya. Kalau seandainya ia sedikit berpura-pura tidak tahu,terutama pada
perkara-perkara yang ringan maka akan banyak permasalahan yang bisa
diselesaikan, bahkan hanya dengan salam. Bahkan sebagian kesalahan-kesalahan
yang ringan yang dilakukan oleh sang istri –dan sang istri menyadari bahwa ia telah
bersalah- jika dibiarkan saja oleh sang suami maka akan selesai dengan
sendirinya. Oleh karena itu seorang yang cerdik adalah yang menerapkan sifat
pura-pura tidak tahu pada beberapa permasalahan keluarga yang dihadapinya
terutama permasalahan-permasalahan yang ringan[14]. Sifat inilah yang disebut
dengan mudaraah (pura-pura tidak tahu atau basa-basi) dan akan datang
penjelasannya.
Kedua adalah celaan
Yaitu suaminya jika masuk ke dalam rumah seperti macan
dimana jika suaminya menjimaknya maka langsung terkam tanpa dibuka dengan
cumbuan dan rayuan karena sifatnya yang keras seperti macan. Atau karena
sifatnya yang jelek sehingga kalau masuk ke dalam rumah sering memukulnya dan
menamparnya. Dan jika keluar rumah maka seperti singa yang lebih keras lagi dan
lebih berani lagi. Dan jika ia masuk rumah maka ia tidak bertanya-tanya, yaitu
sang suami tidak pernah perduli dengan keadaan istrinya dan juga urusan
rumahnya.
Faidah:
Suami yang baik adalah yang selalu bertanya kepada
istrinya tentang kondisi istrinya meskipun sang istri tidak menampakkan
tanda-tanda perubahan, yang hal ini menyebabkan sang istri merasa bahwa ia
sangatlah diperhatikan oleh suaminya.
((Wanita
yang keenam berkata, “ Suamiku jika makan maka banyak menunya dan tidak ada
sisanya, jika minum maka tidak tersisa, jika berbaring maka tidur sendiri
sambil berselimutan, dan tidak mengulurkan tangannya untuk mengetahui kondisiku
yang sedih”))
Maksudnya
yaitu ia mensifati suaminya yang banyak makan dan minum, dan orang Arab
menggunakan sifat banyak makan dan minum untuk mencela seseorang dan
menggunakan sifat banyak berjimak untuk memuji seseoran yang menunjukkan
kejantanannya. Wanita yang keenam ini ingin menjelaskan sifat suaminya yang
buruk yang tidak memperhatikan dirinya. Jika tidur maka ia memojok (menjauh)
dengan sellimutnya sendiri tidak satu selimut dengan istrinya. Dan jika
ia hendak berjimak maka ia tidak menjulurkan tangannya untuk mencumbu sang
istri sebagai pembukaan jimak. Atau maksudnya jika sang istri mengalami
kesedihan, kesusahan,atau sakit maka ia tidak pernah menjulurkan tangannya ke
tubuh istrinya untuk mengecek keadaannya, yang hal ini menunjukkan
ketidakpeduliannya terhadap istrinya.Faidah:Bukan termasuk sikap yang baik jika
suami tidur sebelum berbincang-bincang dengan istrinya dan menyentuhkan
tangannya kepada istrinya sebagai tanda kasih sayangnya. Kemudian jika sang
istri memunculkan adanya perubahan pada sikapnya (baik kesedihan atau rasa
sakit) maka hendaknya suami tanggap dan segera menunjukkan perhatiannya pada
istrinya.
((Wanita yang ketujuh berkata,”Suamiku bodoh yang
tidak pandai berjimak, semua penyakit (aib) dia miliki, dia melukai kepalamu,
melukai badanmu, atau mengumpulkan seluruhnya untukmu”))
Yaitu ia ingin menjelasakan bahwa suaminya bodoh tidak
pandai dan tidak kuat berjimak, ditambah lagi akhlaknya yang buruk, jika ia
(sang istri) berbicara dengannya maka ia langsung memaki, jika sang istri
bercanda maka langsung memukul kepalanya hingga melukainya, jika sang istri
membuatnya marah maka ia memukulnya hingga mematahkan tulang, atau ia
mengumpulkan semua itu (mengumpulkan makian, pukulan, dan mematahkan tulang).
Semua aib yang ada di dunia ini terdapat pada diri suaminya.
((Wanita yang kedelapan berkata, “Suamiku sentuhannya
seperrti sentuhan kelinci dan baunya seperti bau zarnab (tumbuhan yang baunya
harum)”))
Maksudnya yaitu bahwa suaminya lembut, berakhlak baik,
bersihan, dan berbicara dengan pembicaraan yang baik.
Faidah:
Merupakan sifat suami yang baik adalah yang
memperhatikan keharuman tubuhnya.
(( Wanita yang kesembilan berkata, “Suamiku tinggi
tiang rumahnya, panjang sarung pedangnya, banyak Abunya, dan rumahnya dekat
dengan bangsal (tempat pertemuan)”))
Maksudnya yaitu suaminya memiliki rumah yang luas yang
menunjukkan akan mulianya dan tinggi martabatnya di masyarakat. Ia adalah orang
yang tinggi karena barang siapa yang sarung pedangnya panjang maka menunjukkan
ia adalah orang yang tinggi, juga pemberani. Suaminya juga suka menjamu tamu
hingga api tungkunya selalu menyala setiap saat menanti tamu yang datang, yang
hal ini mengakibatkan banyaknya Abu bekas bakaran api. Dan rumahnya dekat
dengan tempat pertemuan, maksudnya ia adalh orang yang dimuliakan oleh
masyarakat sehingga masyarakat sering berkumpul di rumahnya, atau maknanya
yaitu ia membangun rumahnya dekat dengan tempat perkumpulan masyarakat agar
mereka mudah untuk mampir di rumahnya untuk ia jamu.
((Wanita yang kesepuluh berkata, “Suamiku (namanya)
adalah Malik, dan siapakah gerangan si Malik?, Malik adalah lebih baik dari
pujian yang disebutkan tentangnya. Ia memiliki unta yang banyak kandangnya dan
sedikit tempat gembalanya, dan jika unta-unta tersebut mendengar tukang penyala
api maka unta-unta tersebut yakin bahwa mereka akan binasa.”))
Wanita ini menjelaskan bahwa suaminya adalah seorang
suami yang sangat baik, lebih baik dari yang disangka oleh pendengar, lebih
baik dari pujian tentangnya. Ia memiliki unta yang sangat banyak di kandang dan
jarang dikeluarkan untuk digembalakan karena sering datangnya tamu, sehingga
unta-unta tersebut harus selalu disiapkan disembelih untuk memuliakan dan
menjamu para tamu. Hari-hari disembelihnya unta-unta lebih banyak dari pada
hari-hari digembalakannya unta-unta tersebut, hal ini menunjukkan betapa
karimnya dan baiknya sang suami yng selalu menjamu para tamunya. Unta-unta
tersebut jika mendengar suara tukang jagal datang maka mereka yakin bahwa
mereka pasti akan disembelih karena itulah kebiasaannya tukang jagal yang
selalu menyembelih mereka.
Faidah:
Termasuk sifat suami yang baik adalah memuliakan tamu,
dan hendaknya ia selalu menyiapkan makanan khusus untuk para tamu karena para
tamu bisa datang sewaktu-waktu.
((Wanita yang kesebelas berkata, “ Suamiku adalah Abu
Zar’. Siapa gerangan Abu Zar’?, dialah yang telah memberatkan telingaku dengan
perhiasan dan telah memenuhi lemak di lengan di atas tanganku dan menyenangkan
aku maka aku pun gembira))
Maksudnya yaitu suaminya Abu Zar’ memberikannya
perhiasan yang banyak dan memperhatikan dirinya serta menjadikan tubuhnya padat
(montok). Karena jika lengan atasnya padat maka tandanya tubuhnya semuanya
padat. Hal ini menjadikannya gembira.
(( Ia mendapatiku pada peternak kambing-kambing kecil
dengan kehidupan yang sulit, lalu ia pun menjadikan aku di tempat para pemiliki
kuda dan unta, penghalus makanan dan suara-suara hewan ternak. Disisinya aku
berbicara dan aku tidak dijelek-jelekkan, aku tidur di pagi hari, aku minum
hingga aku puas dan tidak pingin minum lagi))
Maksudnya yaitu Abu Zar’mendapatinya dari keluarga
yang menggembalakan kambing-kambing kecil yang menunjukkan keluarga tersebut
kurang mampu dan menjalani hidup dengan susah payah. Lalu Abu Zar’
memindahkannya ke kehidupan keluarga yang mewah yang makanan mereka adalah
makanan pilihan yang dihaluskan. Mereka memiliki kuda-kuda dan unta-unta serta hewan-hewan
ternak lainnya.
Jika ia berbicara di hadapan suaminya maka suaminya
Abu Zar’ tidak pernah membantahnya dan tidak pernah menghinakan atau
menjelekkannya karena mulianya suaminya tersebut dan sayangnya pada
dirinya. Ia tidur di pagi hari dan tidak dibangunkan karena sudah ada pembantu
yang mengurus urusan rumah. Ia minum hingga puas sekali dan tidak ingin minum
lagi yaitu suaminya telah memberikannya berbagai model minuman seperti susu,
jus anggur, dan yang lainnya.
Faidah :
Merupakan sifat suami yang baik adalah menghiasi dan
mempercantik istrinya dengan perhiasan dan memberikan kepada istrinya makanan
pilihan. Sesungguhnya hal ini menjadikan sang istri menjadi sangat mencintai
suaminya karena merasakan perhatian suaminya dan sayangnya suaminya kepadanya.
Para wanita sangat suka kepada perhiasan emas, dan ini merupakan hadiah yang paling baik yang diberikan kepada wanita.
Merupakan sifat suami yang baik adalah membantu istrinya. Diantaranya dengan mendatangkan pembantu yang bisa membantu tugas-tugas rumah tangga istrinya.
Tubuh yang berisi padat (tidak kurus dan tidak gemuk) merupakan sifat kecantikan seorang wanita.
(( Ibu Abu Zar’. Siapakah gerangan Ibu Abu Zar’?, yang mengumpulkan perabotan rumah, dan memiliki rumah yang luas))
Para wanita sangat suka kepada perhiasan emas, dan ini merupakan hadiah yang paling baik yang diberikan kepada wanita.
Merupakan sifat suami yang baik adalah membantu istrinya. Diantaranya dengan mendatangkan pembantu yang bisa membantu tugas-tugas rumah tangga istrinya.
Tubuh yang berisi padat (tidak kurus dan tidak gemuk) merupakan sifat kecantikan seorang wanita.
(( Ibu Abu Zar’. Siapakah gerangan Ibu Abu Zar’?, yang mengumpulkan perabotan rumah, dan memiliki rumah yang luas))
Kemudian karena besar cintanya kepada suaminya maka
mulailah ia menceritakan tentang keadaan keluarga suaminya, diantaranya adalah
ibu suaminya (Ibu Abu Zar’). Ibu suaminya adalah wanita yang kaya raya yang
memiliki banyak perabot rumah tangga didukung dengan rumahnya yang besar dan
luas. Hal ini menunjukkan bahwa sang ibu adalah orang yang sangat baik yang
selalu memuliakan tamu-tamunya.
Faidah :
Diantara sifat istri yang shallihah hendaknya ia
menghormati ibu suaminya dan memahami bahwa ibu suaminya lah yang telah
melahirkan suaminya yang telah banyak berbuat baik kepadanya[1]. Kemudian
hendaknya tidak ada permusuhan antara seorang istri yang shalihah dan ibu
suaminya. Dan sesungguhnya tidak perlu adanya permusuhan karena pada hakekatnya
tidak ada motivasi yang mendorong pada hal itu jika keduanya menyadari bahwa
masing-masing memiliki hak-hak khusus yang berbeda yang harus ditunaikan
oleh sang suami.
((Putra Abu Zar’, siapakah gerangan dia?, tempat
tidurnya adalah pedang yang terhunus keluar dari sarungnya, ia sudah kenyang
jika memakan lengan anak kambing betina.))
Maksudnya, bahwa putra suaminya adalah anak yang gagah
dan tampan serta pemberani, tidak gemuk karena sedikit makannya, tidak kaku dan
lembut, namun sering membawa alat perang dan gagah tatkala berperang.
((Putri Abu Zar’, siapakah gerangan dia?, taat kepada
ayahnya dan ibunya, tubuhnya segar montok, membuat madunya marah kepadanya.))
Maksudnya yaitu ia adalah seorang putri yang
berbakti kepada kedua orang tuanya sehingga menjadikannya adalah buah hati
kedua orang tuanya. Ia seorang putri yang cantik dan disenangi suaminya hingga
menjadikan istri suaminya yang lain cemburu dan marah kepadanya karena
kecantikannya tersebut.
((Budak wanita Abu Zar’, siapakah gerangan dia?, ia
menyembunyikan rahasia-rahasia kami dan tidak menyebarkannya, tidak merusak
makanan yang kami datangkan dan tidak membawa lari makanan tersebut, serta
tidak mengumpulkan kotoran di rumah kami.))
Maksudnya, budak wanita tersebut adalah orang yang
terpercaya bisa menjaga rahasia dan amanah. Seluruh kejadian atau pembicaraan
yang terjadi di dalam rumah tidak tersebar keluar rumah. Ia sangat jauh dari
sifat khianat dan sifat mencuri. Dia juga pandai menjaga diri sehingga jauh
dari tuduhan-tuduhan sehingga ia tidak membawa kotoran (tuduhan-tuduhan jelek)
dalam rumah kami.
Demikianlah sang wanita menceritakan kebaikan-kebaikan
yang ia dapatkan di rumah suaminya, yang hal ini menunjukkan betapa besar
cintanya dan sayangnya ia pada suaminya, hatinya telah tertawan oleh suaminya.
Bahkan dalam riwayat yang lain ia juga menyebutkan tentang tamu Abu Zar’, harta
Abu Zar’, dn para tukang masak Abu Zar’, bahkan sampai-sampai ia menceritakan
tentang anjingnya Abu Zar’[2].
(( Keluarlah Abu Zar’pada saat tempat-tempat
dituangkannya susu sedang di goyang-goyang agar keluar dari susunya, maka iapun
bertemu dengan seoranng wanita bersama dua orang anaknya seperti dua ekor
macan. Mereka berdua sedang bermain di dekatnya dengan dua buah delima. Maka ia
pun lalu menceraikanku dan menikahi wanita tersebut.))
Maksudnya, Abu Zar’ suatu saat keluar di pagi hari
pada waktu para pembantu dan para budak sedang sibuk bekerja dan diantara
mereka ada yang sedang menggoyang-goyangkan (mengocok-ngocok) susu segar keluar
sari susu tersebut. Kemudian ia bertemu dengan seorang wanita yang memiliki dua
orang anak yang menunjukkan bahwa wanita tersebut adalah wanita yang subur. Hal
ini merupakan sebab tertariknya Abu Zar’ untuk menikahi wanita tersebut, karena
orang Arab senang dengan wanita yang subur untuk memperbanyak keturunan. Dan sang
wanita memiliki dua anak yang masih kecil-kecil yang menunjukkan bahwa wanita
tersebut masih muda belia. Akhirnya Abu Zar’ pun menikahi wanita tersebut dan
mencerai Ummu Zar’.
((Settelah itu aku pun menikahi seorang pria yang
terkemuka yang menunggang kuda pilihan balap. Ia mengambil tombak khatthi[3]
lalu membawa tombak tersebut untuk berperang dan membawa ghanimah berupa unta
yang banyak sekali. Ia memberiku sepasang hewan dari hewan-hewan yang
disembelih dan berkata, “ Makanlah wahai Ummu zar’ dan berkunjunglah ke
keluargamu dengan membawa makanan”. Kalau seandainya aku mengumpulkan semua
yang diberikan olehnya maka tidak akan mencapai belanga terkecil Abu Zar’))
Yaitu Ummu Zar’ setelah itu menikahi seorang pria yang
gagah perkasa yang sangat baik kepadanya hingga memberikannya makanan yang
banyak, demikian juga pemberian-pemberian yang lain, bahkan ia memerintahkannya
untuk membawa pemberian-pemberian tersebut kepada keluarga Ummu Zar’. Namun
meskipun demikian Ummu Zar’ kurang merasa bahagia dan selalu ingat kepada Abu
Zar’.
Yang membedakan antara Abu Zar’ dan suaminya yang
kedua adalah Abu Zar’ selalu berusaha mengambil hati istrinya, ia tidak hanya
memenuhi kebutuhan istrinya akan tetapi kelembutannya dan kasih sayangnyalah
yang telah memikat hati istrinya. Ditambah lagi Abu zar’ adalah suami pertama
dari sang wanita, hal ini sebagaimana perkataan seorang penyair,
Pindahkanlah hatimu kepada siapa saja yang engkau mau
Namun kecintaan (sejati) hanyalah untuk kekasih yang
pertama
Betapa banyak tempat di bumi yang sudah biasa
ditinggali seorang pemuda
Namun selamanya kerinduannya selalu kepada tempat yang
pertama ia tinggali
Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menganjurkan untuk menikahi para wanita yang perawan karena wanita
perawan akan lebih cinta kepada suaminya, karena suaminyalah yang pertama kali
menngenalkannya makna cinta.[4]
Ia tidak bisa melupakan kebaikan-kebaikan
suamipertamanya Abu Zar’ bahkan kebaikan-kebaikan yang begitu banyak yang ia
dapatkan dari suami keduanya seakan-akan tidak ada nilainya jika dibandingkan
dengan kebaikan yang diberikan oleh Abu Zar’ kepadanya.
Faidah :
Diantara sifat suami yang baik adalah membiarkan
istrinya bersilaturahmi dengan keluarga istrinya.
Bahkan merupakan sifat suami yang baik adalah membiarkan istrinya memberikan makanan atau sesuatu dari rumahnya untuk keluarga istrinya bahkan suami yang baik adalah yang mendorong istrinya berbuat demikian.
Menguasai seorang wanita adalah dengan menguasai hatinya. Abu Zar’ telah menguasai hati Ummu Zar’ sehingga Ummu zar’ tidak bisa melupakannya meskipun suaminya yang kedua tidak kalah baiknya atau bahkan lebih baik dari Abu Zar’ dalam hal pemberian. Namun karena hati Ummu Zar’ telah dikuasai oleh Abu Zar’ maka semua pemberian suami keduanya kurang bernilai di hadapan pemberian Abu Zar’. Hal ini menunjukkan bahwa hati itu dimiliki dengan akhlak dan pergaulan yang baik bukan dengan harta.
Wanita yang pandai adalah wanita tidak menyerah dengan susahnya kehidupan lihatlah Ummu Zar’ ia tidak putus asa setelah dicerai oleh Abu Zar’, tidak membiarkan dirinya terhanyut dalam kesedihan, akan tetapi ia segera menikah dengan lelaki yang lain untuk memulai kehidupan baru.
Perceraian bukanlah merupakan akhir dari kehidupan, lihatlah Ummu Zar’ menikah lagi sebagaimana Abu Zar’ menikah lagi.
((Aisyah berkata, “ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “ Aku bagimu seperti Abu Zar’ bagi Ummu Zar’ “))
Bahkan merupakan sifat suami yang baik adalah membiarkan istrinya memberikan makanan atau sesuatu dari rumahnya untuk keluarga istrinya bahkan suami yang baik adalah yang mendorong istrinya berbuat demikian.
Menguasai seorang wanita adalah dengan menguasai hatinya. Abu Zar’ telah menguasai hati Ummu Zar’ sehingga Ummu zar’ tidak bisa melupakannya meskipun suaminya yang kedua tidak kalah baiknya atau bahkan lebih baik dari Abu Zar’ dalam hal pemberian. Namun karena hati Ummu Zar’ telah dikuasai oleh Abu Zar’ maka semua pemberian suami keduanya kurang bernilai di hadapan pemberian Abu Zar’. Hal ini menunjukkan bahwa hati itu dimiliki dengan akhlak dan pergaulan yang baik bukan dengan harta.
Wanita yang pandai adalah wanita tidak menyerah dengan susahnya kehidupan lihatlah Ummu Zar’ ia tidak putus asa setelah dicerai oleh Abu Zar’, tidak membiarkan dirinya terhanyut dalam kesedihan, akan tetapi ia segera menikah dengan lelaki yang lain untuk memulai kehidupan baru.
Perceraian bukanlah merupakan akhir dari kehidupan, lihatlah Ummu Zar’ menikah lagi sebagaimana Abu Zar’ menikah lagi.
((Aisyah berkata, “ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “ Aku bagimu seperti Abu Zar’ bagi Ummu Zar’ “))
Berkata Imam An-Nawawi, “ Dan lafal (yaitu dalam sabda
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah zaaidah (tambahan) atau
untuk menunjukkan dawam (kesinambungan) sebagaimana firman Allah ( Dan Allah
adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang), yaitu sejak dahulu hingga
seterusnya Allah akan selalu bersifat demikian (Maha Pengampun dan Maha
Penyayang)”[5]
Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah orang yang selalu sayang dan perhatian kepada Aisyah.
Berbeda dengan sebagian suami yang kasih sayangnya kepada istrinya hanya pada
waktu-waktu tertentu saja, dan pada waktu-waktu yang lain tidak sayang dan
perhatian lagi kepada istrinya.
Dalam riwayat yang lain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam berkata kepada Aisyah,
“Aku bagimu seperti Abu Zar’ seperti Ummu Zar’ hanya
saja Abu Zar’ mencerai dan aku tidak mencerai.”[6]
Dalam riwayat lain Aisyah berkata, “ Wahai Rasulullah,
bahkan engkau lebih baik kepadaku dari pada Abu Zar’”[7]
Faidah :
Faidah :
Perhatikanlah… Aisyah menceritakan kisah yang indah
kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Rasulullah sabar
mendengarkan kisah tersebut padahal kisahnya panjang. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam sama sekali tidak memotong pembicaraan Aisyah, padahal beliau
memiliki kesibukkan yang sangat banyak, banyak urusan penting yang harus beliau
tunaikan. Maka suami yang baik adalah suami yang mendengarkan pembicaran
istrinya dan tidak memotong pembicaraannya.
Para wanita kalau berkumpul biasanya pembicaraan mereka seputar para lelaki. Hal ini berbeda dengan para lelaki, kalau mereka berkumpul biasanya pembicaraan mereka berputar pada perkara-perkara yang berkaitan dengan kehidupan.
Bolehnya membuat permisalan dalam pembicaraan.
Peringatan
Para wanita kalau berkumpul biasanya pembicaraan mereka seputar para lelaki. Hal ini berbeda dengan para lelaki, kalau mereka berkumpul biasanya pembicaraan mereka berputar pada perkara-perkara yang berkaitan dengan kehidupan.
Bolehnya membuat permisalan dalam pembicaraan.
Peringatan
Bukanlah maksudnya bahwa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam terhadap Aisyah sama persis sebagaimana sifat Abu Zar’ kepada
Ummu Zar’, akan tetapi maksudnya sikap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
sama dengan sikap Abu Zar’ dalam hal kasih sayang kepada istri, hal ini
sebagaimana dalam riwayat Al-Haitsam (aku bagimu seperti Abu Zar’ bagi Ummu
Zar’ dalam hal kasih sayang ) sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam
Fathul Bari[8]. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah menyamai Abu
Zar’ dalam segala hal dan sifat yang disebutkan dalam hadits seperti kekayaan
dan kemewahan hidup, memiliki putra, pembantu dan yang lainnya. Demikian juga
jelas bahwa ibadah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah sama
dengan Abu Zar’, bahkan dalam hadits sama sekali tidak disebutkan tentang
ibadah Abu Zar. Oleh karena itu janganlah dipahami dari kisah Abu Zar’ ini
bahwa hanyalah yang bisa menggauli istrinya dengan baik adalah yang memiliki
harta banyak dan berlebihan. Akan tetapi maksudnya hendaknya seseorang itu
seperti Abu Zar’ dalam hal kasih sayang dan perhatian serta pemberian. Dan
menampakkan kasih sayang dan perhatian tidaklah mesti dengan harta yang banyak,
akan tetapi masing-masing suami menyesuaikan dengan kondisinya yang penting ia
bisa menunjukkan kasih sayang dan perhatiannya serta tidak pelitnya dia kepada
istrinya.
Wallahu A’lam…
Sumber: Suami Idaman Istri Pilihan (Surat dari Seorang
Suami untuk Suami), Abu Abdil Muhsin Firanda, M.A. , Pustaka Muslim
[1] Lihat ceramah Syaikh Abu Ishaaq Al-Huwaini yang
berjudul “Lailah fi bait An-Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam”.
[2] Riwayat ini disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Al-Fath IX/ 272
[3] Yaitu tombak yang didatangkan dari suatu tempat di pinggiran Bahrain yang bernama Khath akhirnya dinisbahkanlah nama tombak tersebut pada nama tempat itu. Disebutkan bahwa tombak-tombak tersebut asalnya dari negeri India kemudian diimport ke Khath di Bahrain (A-Fath IX/ 274)
[4][4] Lihat penjelasannya lebih panjang dalam tulisan “Kekasih Idaman”
[5] Al-Minhaj XV/ 221
[6] HR. At-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir XXIII/ 173 no. 270
[7] HR. An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubra V/ 358 no. 9139
[8] Al-Fath IX/ 277
[2] Riwayat ini disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Al-Fath IX/ 272
[3] Yaitu tombak yang didatangkan dari suatu tempat di pinggiran Bahrain yang bernama Khath akhirnya dinisbahkanlah nama tombak tersebut pada nama tempat itu. Disebutkan bahwa tombak-tombak tersebut asalnya dari negeri India kemudian diimport ke Khath di Bahrain (A-Fath IX/ 274)
[4][4] Lihat penjelasannya lebih panjang dalam tulisan “Kekasih Idaman”
[5] Al-Minhaj XV/ 221
[6] HR. At-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir XXIII/ 173 no. 270
[7] HR. An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubra V/ 358 no. 9139
[8] Al-Fath IX/ 277