Hubungan Antara Gay dengan Pembunuhan Berantai

Gay adalah kecenderungan seorang laki-laki menyukai sesama jenis. Jika pada perempuan disebut dengan lesbian. Menurut pandangan budaya timur dan agama, perilaku gay adalah sebuah perilaku menyimpang. Berbeda dengan pandangan psikologi, dimana dalam DSM IV, perilaku homoseksual termasuk gay adalah salah satu bentuk variasi seksual dan bukan merupakan kelainan seksual. DSM IV merupakan revisi pada DSM III, dimana pada DSM III, perilaku homoseksual masih masuk sebagai bagian dari kelainan orientasi seksual.
Dibeberapa negara, pernikahan homoseksual sudah dilegalkan. Berbeda dengan Indonesia, dimana kontrol budaya dan agama masih sangat kuat, sehingga perilaku ini tidak muncul kepermukaan secara nyata. Pelakunya, masih takut dengan sanksi budaya berupa etika yang dianut oleh sebagian besar masyarakat. Hal ini yang menyebabkan seorang gay menyembunyikan identitas orientasi seksualnya.
Sebelum berbicara mengenai perilaku gay dan hubungannya dengan pembuhan berantai, ada baiknya kita harus bisa membedakan dengan kelainan orientasi seksual lainnya. Lawan dari gay adalah lesbian (penyuka sesama jenis perempuan). Ini berbeda dengan transeksual, dimana seseorang merasa tidak cocok dengan jenis kelamin secara fisik dengan jiwanya. Transeksual yang menyebabkan seseorang berganti identitas kelamin, seperti seorang pria menjadi wanita (waria/bencong), atau seorang wanita menjadi pria (tomboy). Jadi antara transeksual dengan homoseksual sangat berbeda. Walaupun pada prakteknya dilapangan kita sering melihat, seorang waria bisa saja jatuh cinta pada seorang laki-laki. Tapi ini bukan lagi tergolong homoseksual, karena waria tersebut, jiwanya sudah perempuan. Pada gay, kedua jiwanya masih mengaku laki-laki, hanya orientasi seksualnya dengan laki-laki pula, atau seorang perempuan menyukai perempuan (pada lesbian).
Lanjut kepembahasan, hubungan antara gay dengan pembunuhan berantai. Dua kasus pembunuhan berantai yang akhir-akhir ini menggemparkan dan menjadi headline news beberapa media massa Indionesia. Pembunuhan berantai sebenarnya bisa dilakukan oleh siapa saja, termasuk non-homoseksual. Tetapi fenomena pembunuhan berantai oleh seorang gay yang terjadi di Indonesia unik, karena kasus pembunuhan berantai seorang gay diluar negeri jarang terjadi. Pembunuhan berantai oleh pelaku gay di Indonesia waktunya sangat berdekatan, bahkan hampir bersamaan, hanya publikasinya di media massa yang berbeda. Beberapa waktu lalu, saya sempat menelusuri perkumpulan-perkumpulan gay yang ada di Indonesia melalui sebuah informasi di internet, ternyata hampir seluruh kota di Indonesia, terdapat perkumpulan kaum gay. Ini membuktikan bahwa kaum gay di Indonesia hampir ada disetiap kota besar di Indonesia.
Mengapa sebagian kaum gay di Indonesia rela melakukan pembunuhan? Melihat motif pembunuhan yang terungkap, motif utamanya hanyalah kecemburuan, dan motif lain hanyalah sebagai pelengkap (tidak terencana). Pada umumnya, siapapun bisa terbakar karena cemburu. Seorang yang heteroseksual pun bisa kalap mata dengan pasangannya, tetapi biasanya pembunuhan yang dilakukan tidak sampai berantai, dan biasanya kasusnya cepat terungkap.
Berbeda dengan kaum gay, pembunuhan yang dilakukan atas dasar asmara (cemburu) terungkap lebih lama, dan kadang berantai. Ada beberapa asumsi yang mendasari hal ini, diantaranya:
1.     Seorang gay merasa hidupnya berantakan jika pasangannya tidak setia. Jumlah kaum gay yang tidak seberapa, sehingga sulit mendapatkan penggantinya. Hal ini yang membuat seorang gay bisa kalap mata membunuh pasangannya yang berhianat.
2.     Budaya dan agama yang mengikat. Budaya dan Agama tidak menerima perlaku gay. Jika pasangan gay dianggap berhianat, bisa jadi akan membongkar segalanya. Padahal dalam agama dan budaya perilaku gay adalah tindak asusila yang sangat kotor.
3.     Pembunuhan oleh pasangan gay lama terungkap. Hal ini disebabkan cara berpikir budaya kita akan motif-motif pembunuhan. Motif pembunuhan karena asmara gay, belum masuk dalam main set berpikir. Jika terjadi pembunuhan, yang di ungkap biasanya motif ekonomi, balas dendam, dan kalau ada motif kecemburuan, itupun untuk pasangan heteroseksual.
4.     Karena budaya dan agama di Indonesia menganggap perilaku gay adalah tindak asusila, sehingga kebanyakan kaum gay menganggap budaya dan agama adalah penghalang. Jika hal ini berlangsung terus, seorang gay kemungkinan bisa bertindak asocial dan memusuhi budaya dan agama. Dasar dari permusuhan ini yang akan menghapus rasa kemanusiaan (empati dan simpati) yang membuat seorang gay menumbuhkan perilaku psikopat. Membunuh bukanlah sesuatu yang terlarang, karena untuk melindungi diri.
Asumsi-asumsi diatas yang mendasari tejadinya pembunuhan berantai seorang gay di Indonesia. Jika asumsi ini terbukti, maka diprediksi bahwa masih banyak kasus lain yang belum terungkap kepermukaan. Melihat jumlah kaum gay di Indonesia, dan masih ketatnya pengaruh budaya dan agama, kemungkinan akan memunculkan pembunuhan-pembunuhan berantai yang lain.
Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, Jika asumsi diatas terbukti, mengapa kasus pembunuhan berantai hanya ditemukan pada kaum gay, dan belum ditemukan kasus pembunuhan berantai oleh kaum lesbian khususnya di Indonesia, padahal tekanan budaya dan agama sama-sama kuat?

Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/02/hubungan-antara-gay-dengan-pembunuhan.html


Related post: