Konsep Diri Self menurut Sulaeman (1995) adalah keseluruhan ide-ide dan sikap- sikap seseorang sebagai apa dan siapa dia. Self meliputi semua pengalaman yang membentuk kesadaran seseorang tentang keberadaannya. Ide-ide dan sikap telah berkembang pada awal masa kanak-kanak. Self juga sebagai suatu cara bagaimana seseorang bereaksi terhadap dirinya sendiri. Suryabrata (1995) menyatakan bahwa self mengandung empat aspek yaitu: (1) bagaimana orang mengamati dirinya sendiri, (2) bagaimana orang berpikir tentang dirinya sendiri, (3) bagaimana orang menilai dirinya sendiri, (4) bagaimana orang berusaha dengan berbagai cara untuk menyempurnakan dan mempertahankan diri.
Cawagas (dalam Poedjijogdjanti, 1993) mengemukakan bahwa konsep diri menyangkut seluruh pandangan individu akan dimensi fisik, karakteristik pribadi, motivasi, kelemahan, kepandaian dan kegagalan. Bringham (1991) mengemukakan pandangannya konsep diri berdasarkan penilaian dari orang lain yaitu merupakan skema diri yang menunjukkan kualitas seseorang. Johnson & Johnson (dalam Helmi, 1995) mengatakan bahwa konsep diri yang positif akan membentuk harga diri yang kuat. Harga diri merupakan penilaian tentang keberartian diri dan nilai seseorang yang didasarkan pada proses pembuatan konsep dan pengumpulan informasi tentang diri beserta pengalaman. Menurut Sumadi (1992), struktur diri terbentuk atas tiga tingkat. Tingkat pertama adalah konsep diri secara global mengenai gambaran atau persepsi individu dalam memahami dirinya secara keseluruhan. Tingkat kedua adalah konsep diri mayar, yaitu sebagai sikap dan keyakinan individu dalam memahami komponen atau sekumpulan komponen dari keseluruhan individu, misalnya konsep diiri sosialnya. Tingkat ketiga, adalah konsep diri spesifik yaitu bagaimana individu dalam memahami bagian-bagian diri yang spesifik, konkret, dan terperinci.
Aspek-aspek yang mempengaruhi konsep diri menurut Bersonsky (dalam Sumadi, 1992) terdiri dari:
1) aspek fisik, meliputi: penilaian individu terhadap semua yang dimiliki seperti pakaian, tubuh dan benda-benda yang dimilikinya;
2) aspek moral meliputi: nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang memberi arti dan arah bagi kehidupan;
3) aspek psikis, meliputi: perasaan, kemauan dan sikap individu terhadap diri sendiri; dan
4) aspek sosial, meliputi: peranan sosial yang dimainkan individu dan sejauhmana penilaian individu terhadap penampilannya.
Konsep diri remaja ada yang positif dan pula yang negatif. Coulhorn dan Acocella (1990) menyatakan bahwa ciri-ciri remaja yang memiliki konsep diri positif antara lain: 1) yakin akan kemampuannya untuk mengatasi masalah, 2) merasa setara dengan orang lain, 3) menerima pujian tanpa merasa malu, 4) menyadari bahwa setiap orang mempunyai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat, dan 5) mampu memperbaiki diri, karena ia sanggup mengungkapkan sapek-aspek kepribadian yang disenanginya dan berusaha untuk mengubahnya.
Selanjutnya, Coulhorn dan Acocella (1990) mengatakan bahwa remaja yang memiliki konsep diri negatif memiliki ciri-ciri antara lain: 1) peka terhadap kritikan, 2) pesimis terhadap kompetisi, 3) merasa tidak disenangi orang lain sehingga ia sulit menciptakan kehangatan dan keakraban dengan orang lain, 4) hiperkritis terhadap orang lain, dan 5) responsif terhadap pujian meskipun mungkin ia pura-pura menghindarinya.
Ciri-Ciri Perkembangan Seksual Sekunder
Pemahaman akan ciri-ciri perkembangan seksual sekunder tidak dapat dipisahkan dari konsep tentang perkembangan, khususnya perkembangan seksual sekunder yang terjadi pada masa pubertas. Secara sederhana, perkembangan adalah urut-urutan perubahan yang progresif dalam suatu pola yang teratur dan saling berhubungan. Perkembangan merupakan suatu proses di mana perubahan-perubahan di dalam diri seseorang dan proses-proses psikologik yang distimulir oleh perubahan-perubahan psikologik, yang selanjutnya diintegrasikan sedemikian rupa sehingga seseorang selanjutnya dapat menghadapi rangsangan- rangsangan dari sekitar dengan baik. Masa pubertas menurut Hurlock (1994) adalah masa yang dialami oleh remaja usia 12,5 sampai dengan 14,5 tahun dengan kematangan rata-rata 13 tahun. Masa pembagi antara masa kanak-kanak dan masa remaja, saat di mana kriteria kematangan seksual muncul. Haid pada remaja perempuan merupakan ciri-ciri seksual sekunder yang terus berkembang dan sel-sel di produksi dalam organ-organ seksual. Ciri-ciri seksual sekunder pada remaja putri seperti pinggul menjadi tambah lebar dan bulat, kulit lebih halus dan pori- pori bertambah besar. Selanjutnya, ciri sekunder lainnya ditandai oleh kelenjar lemak dan keringat menjadi lebih aktif, dan sumbatan kelenjar lemak dapat menyebabkan jerawat.
Hubungan Penerimaan Diri Terhadap Ciri-Ciri Perkembangan Seksual Sekunder Terhadap Konsep Diri
Menurut Hurlock (1973), penerimaan diri adalah suatu tingkat kemampuan dan keinginan individu untuk hidup dengan segala karakteristik dirinya. Individu yang dapat menerima dirinya diartikan sebagai individu yang tidak bermasalah dengan dirinya sendiri. Calhoun dan Acocella (1990) menambahkan bahwa individu yang bisa menerima diri secara baik tidak memiliki beban perasaan terhadap diri sendiri, sehingga lebih banyak memiliki kesempatan untuk beradaptasi dengan lingkungan. Kesempatan itu membuat individu mampu melihat peluang-peluang berharga yang memungkinkan diri berkembang.
Selanjutnya Hurlock (1974) mengemukakan ada beberapa kondisi yang mempengaruhi pembentukan penerimaan diri seseorang. Kondisi tersebut adalah:
1) pemahaman diri,
2) harapan yang realistis,
3) bebas dari hambatan sosial,
4) perilaku sosial yang menyenangkan,
5) konsep diri yang stabil, dan
6) adanya kondisi emosi yang menyenangkan.
Remaja yang sedang berkembang, baik fisik maupun seksual, akan memperlihatkan suatu sikap dalam kehidupannya sejalan dengan penerimaan terhadap perubahan dan perkembangan seksual sekunder yang dialaminya. Pemahaman terhadap perubahan dan perkembangan seksual sekunder yang terjadi pada remaja putri akan mempengaruhi sikap penerimaan dirinya. Hal ini dikarenakan remaja hidup bersama dengan segala karakter dirinya. Sikap sebagai salah satu aspek penerimaan diri, dapat diartikan sebagai kesiapan reaksi terhadap suatu obejek dengan cara-cara tertentu. Agaknya tidak keliru bila kesiapan dalam dipahami sebagai suatu kecenderungan potensial untuk bereaksi apabila remaja dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya respon (Azwar, 1999).
Remaja dalam perkembangannya, seringkali prihatin selama tahun-tahun awal masa remaja. Keprihatinan tersebut timbul karena adanya kesadaran akan reaksi sosial terhadap berbagai hal. Salah satu sumber keprihatinan tersebut adalahperubahan bentuk tubuh yang tidak sesuai dengan standar budaya yang berlaku sebagai akibat dari perkembangan seksual sekunder yang dialami remaja putri. Keprihatinan akan tubuh yang sedang berkembang semakin diperbesar dengan berkembangnya kesadaran akan pentingnya penampilan diri dalam kehidupan sosial yang akhirnya mempengaruhi konsep diri remaja putri. Bila penerimaan diri remaja putri rendah, maka remaja merasa prihatin dan gelisah akan tubuhnya yang berubah dan merasa tidak puas dengan penampilan dirinya. Dikatakan oleh Hurlock (1994) hanya sedikit remaja yang mengalami lateksis tubuh atau merasa puas dengan tubuhnya, kegagalan dalam kateksis tubuh merupakan salah satu penyebab timbulnya konsep diri yang kurang baik dan kurangnya harga diri dalam masa remaja. Akibat dari kurangnya atau rendahnya penerimaan terhadap perubahan dan perkembangan seksual sekunder tersebut, remaja sering menyalahkan penampilan sebagai penyebab kurang sesuainya dukungan yang merekaperoleh dengan apa yang mereka harapkan. Remaja putri yang sedang dalam masa perubahan dan perkembangan seksual sekundernya pasti mengalami berbagai masalah termasuk konsep diri karena di dalam perubahan dan perkembangan seksual sekunder yang terjadi kecenderungan remaja adalah sebelumnya mereka telah terlebih dahulu telah memiliki pandangan yang baik tentang diri sendiri serta memiliki konsep diri yang tidak realistik mengenai penampilan diri.
Pengambilan sikap positif atau negatif dalam mengahdapi perubahan dan perkembangan seksual sekundernya akan ditentukan oleh sikap. Bertitik tolak dari uraian di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan, “Ada hubungan positif antara penerimaan diri terhadap ciri-ciri perkembangan seksual sekunder dengan konsep diri pada remaja putri SLTPN 10 Yogyakarta”. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi penerimaan diri terhadap ciri-ciri perkembangan seksual sekunder maka konsep dirinya semakin tinggi dan semakin rendah penerimaan diri terhadap ciri-ciri perkembangan seksual sekunder maka konsep dirinya semakin rendah.